“Kaki Dulu, Baru Mulut”: Seni Memanggil Anak dengan Cinta.


Salah satu kebiasaan yang sering kita anggap remeh sebagai orang tua adalah cara kita memanggil anak. Terutama ketika mereka sedang bermain di luar rumah, atau bahkan di dalam rumah namun sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Yang sering terjadi: orang tua berteriak dari kejauhan, berharap anak segera menyahut dan datang. Namun, faktanya? Anak tak juga bergerak, bahkan pura-pura tidak dengar.

Ini bukan semata masalah ketidakpatuhan, tapi lebih kepada pendekatan yang keliru. Yuk, kita bahas lebih dalam.


1. Anak Tidak “Tuli”, Mereka Sedang Terhubung ke Dunia Mereka

Secara psikologis, anak-anak—terutama usia dini hingga usia sekolah dasar—memiliki konsentrasi yang tinggi ketika sedang bermain. Saat mereka asyik dengan dunianya, mereka masuk ke dalam "zona aliran" (flow state). Dalam fase ini, perhatian mereka terfokus sepenuhnya. Maka, wajar jika panggilan dari jauh terdengar seperti suara latar belakang yang tidak penting.

Jadi, ketika anak tidak merespons panggilan orang tua, bukan berarti mereka membangkang. Bisa jadi, mereka memang tidak mendengar secara sadar, karena sedang berada dalam fokus maksimal terhadap aktivitasnya.


2. Fitrah Anak: Dunia Mereka adalah Bermain

Fitrah anak adalah bermain. Bagi mereka, bermain bukan sekadar mengisi waktu luang—bermain adalah belajar. Melalui bermain, anak mengenali dirinya, berlatih keterampilan sosial, membangun imajinasi, hingga mengasah emosi. Maka, ketika kita memanggil mereka dengan tergesa-gesa atau suara keras, sebenarnya kita menginterupsi momen pertumbuhan yang sedang berlangsung.

Pendekatan yang lebih baik adalah menghargai dunia mereka terlebih dahulu, baru kemudian mengajak mereka berpindah ke aktivitas berikutnya.


3. Mengapa Harus “Kaki Dulu, Baru Mulut”?

Artinya, hampiri anak terlebih dahulu, baru ajak bicara. Berikut alasan mengapa cara ini jauh lebih efektif:

✅ Membangun koneksi sebelum instruksi
Anak lebih mudah mendengar dan menurut saat mereka merasa “terhubung” secara emosional. Dengan menghampiri, menatap mata, dan menggunakan nada lembut, kita menciptakan koneksi ini.

✅ Membangun budaya saling menghargai
Anak belajar dengan meniru. Jika orang tua menghampiri sebelum bicara, mereka akan meniru kebiasaan yang sama dalam bersosialisasi: mendekati, menyapa, lalu berbicara. Ini adalah pelajaran etika yang sangat berharga.

✅ Menghindari konflik dan frustrasi
Teriakan dari jauh sering direspon dengan diam atau penolakan. Ini memancing emosi orang tua, padahal sumber masalahnya bukan pembangkangan, melainkan cara penyampaian yang tidak efektif.


4. Teknik Praktis yang Bisa Dilatih

Berikut beberapa langkah sederhana yang bisa langsung diterapkan:
🚶 Bergerak mendekat
Jangan panggil anak dari dapur ke halaman. Ambil waktu sebentar untuk mendekat ke posisi anak.

👀 Bangun kontak mata
Tunduk atau berjongkok jika perlu, sejajarkan posisi mata dengan anak.

😊 Sapa dan validasi aktivitas mereka
“Wah, seru banget mainnya. Main mobil-mobilan ya?”

📣 Ajak dengan lembut, bukan menyuruh
“Bunda minta tolong, kita ke dalam dulu ya, waktunya makan siang.”

🤝 Ajak berpamitan dengan teman mainnya
Ajarkan anak untuk menyelesaikan kegiatan dengan baik, bukan memutus secara tiba-tiba.


5. Kelembutan Tidak Berarti Lemah

Sebagian orang tua khawatir, jika terlalu lembut, anak tidak akan patuh. Padahal, kelembutan yang konsisten membangun respek jangka panjang, bukan sekadar ketakutan sesaat.

Mendisiplinkan anak gak harus dengan suara yang keras, tapi konsistensi dalam komunikasi yang hangat dan tegas. Anak-anak lebih kooperatif saat mereka merasa dipahami, bukan disuruh-suruh.


Akhirnya, Semua Kembali ke Keteladanan
Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat, bukan apa yang mereka dengar. Jika kita ingin mereka bersikap sopan, kita harus menunjukkan cara bersikap sopan. Jika kita ingin mereka mendengar kita, kita perlu lebih dulu mendengar dan menghargai dunia mereka.

Karena sesungguhnya, cara kita memanggil adalah cara kita memanusiakan anak.
Jadi, mulai hari ini—jika ingin anak mendengar kita, mari kita belajar menghampiri dulu.
Kaki dulu, baru mulut.
Karena cinta sejati selalu dimulai dengan langkah mendekat. 💛


Bagikan artikel ini kepada sesama orang tua jika kamu merasa ini bermanfaat.
Yuk, bangun budaya pengasuhan yang lebih penuh respek, lebih manusiawi, dan lebih menyentuh hati anak-anak kita.


Comments