Pinkan Mambo, Erica Carlina, dan Pelajaran Berharga untuk Perempuan

Belakangan ini, nama Pinkan Mambo kembali ramai diperbincangkan. Bukan karena lagu-lagu hits-nya di masa lalu, tapi karena bisnis donat yang ia jalankan. Ia sempat marah di media sosial setelah banyak warganet memberikan ulasan buruk, menyebut rasanya tak sesuai ekspektasi.

Melihat Pinkan hari ini membuat saya teringat pada perjalanannya yang penuh warna. Dulu ia adalah bintang papan atas bersama Duo Ratu. Suaranya merajai radio, wajahnya menghiasi televisi, pesonanya memikat banyak orang. Namun hidup tak selalu berjalan di jalur yang sama. Pergaulan bebas, kehamilan di luar nikah, dan berbagai keputusan yang mungkin diambil tanpa mempertimbangkan akibatnya, membuat jalan kariernya berbelok. Satu demi satu masalah datang—baik dalam rumah tangga, keyakinan, maupun ekonomi.

Bukan hanya Pinkan. Publik juga mengenal sosok Erica Carlina, yang kerap menyebut dirinya “ratu parti” dan terbuka soal kehidupan malamnya. Ia pernah bercerita sering “membungkus” pria yang diinginkan. Hingga suatu ketika, ia hamil dengan laki-laki yang bukan pasangan resmi. Saat itu, narasi berubah: muncul rasa kecewa, merasa tertindas, merasa dizalimi—padahal semua berawal dari langkah yang ia pilih sendiri.

Saya tidak menuliskan ini untuk menghakimi siapa pun. Hidup setiap orang penuh dengan lika-liku. Namun kisah-kisah ini mengingatkan kita bahwa banyak perempuan sering lupa betapa berharganya diri mereka. Bahwa harga diri dan martabat bukan hanya ditentukan oleh ketenaran atau pencapaian, melainkan oleh cara kita menjaga diri, menghargai batasan, dan memelihara kehormatan yang telah Allah anugerahkan.

Dalam Islam, perempuan adalah perhiasan dunia. Kedudukannya begitu mulia, hingga ketika menjadi ibu, surga diletakkan di bawah telapak kakinya. Nabi Muhammad ﷺ bahkan mengajarkan untuk memuliakan ibu tiga kali lebih utama daripada ayah. Aturan-aturan dalam Islam bukanlah belenggu, tetapi pagar yang melindungi.

Islam membolehkan perempuan berkarier, berkarya, dan berperan aktif di tengah masyarakat. Perempuan bisa menjadi guru, dokter, pengusaha, pemimpin, bahkan inspirator. Namun, semua itu dijalankan dengan kesadaran penuh akan kodratnya, menjaga adab, dan memahami batasan—apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Bekerja dan berkarya tidak menghilangkan kemuliaan seorang perempuan, justru bisa menjadi ladang amal dan keberkahan, selama ia tetap menjadikan kehormatan diri sebagai prioritas.

Sayangnya, di era yang memuja kebebasan tanpa batas, banyak perempuan tergoda untuk mengukur nilai diri dari validasi luar: dari penampilan, dari perhatian sesaat, atau dari kebebasan yang tanpa aturan. Padahal, kebebasan yang tidak diiringi kesadaran akan nilai diri, sering kali berakhir pada penyesalan.

Harga diri perempuan bagaikan permata. Sekali pecah, ia tak akan kembali seperti semula. Kita mungkin bisa berdiri lagi, tapi bekasnya akan selalu ada. Maka, menjaga diri bukanlah pilihan kedua, melainkan keharusan.

Wahai perempuan, ingatlah—kamu berharga. Kamu istimewa. Allah memuliakanmu dengan batasan-batasan yang dirancang untuk melindungi, bukan membatasi. Jangan biarkan dunia atau godaan sesaat merampas cahaya itu. Karena sekali cahaya padam, untuk menyalakannya kembali, perjuangannya akan jauh lebih berat.

Comments