Tata Krama: Warisan Tak Tertulis dari Rumah


Sesungguhnya, tata krama, sopan santun, attitude, dan karakter bukanlah hal yang tumbuh tiba-tiba. Ia dibentuk perlahan, dalam ruang kecil bernama rumah—melalui kebiasaan, teladan, dan percakapan sederhana yang kita ulang setiap hari.

Di sanalah anak belajar bagaimana memperlakukan orang lain. Dari cara kita berbicara pada pasangan, dari bagaimana kita menegur, meminta maaf, atau berterima kasih. Dari situlah mereka menyerap makna hormat, empati, dan adab.

Sayangnya, di tengah kesibukan dan tekanan hidup, banyak dari kita tanpa sadar lebih fokus pada nilai rapor dibanding nilai perilaku. Kita ingin anak cerdas, tapi kadang lupa mengajarinya bagaimana menjadi manusia yang menghargai orang lain.

Padahal, betapa celakanya jika dari kelalaian kita itu, lahir generasi yang pandai tapi tak tahu cara menghormati. Karena dari sikap yang salah, banyak orang bisa dirugikan waktunya, disakiti perasaannya, dibuat sesak oleh amarah, bahkan disulitkan hidupnya.
Dan tidakkah itu, dengan segala akibat yang terus berantai, termasuk dosa jariyah juga?

Maka mari kita ingat kembali: mendidik bukan sekadar memastikan anak berprestasi, tapi memastikan ia tumbuh dengan hati yang baik. Rumah seharusnya menjadi tempat pertama anak belajar adab sebelum ilmu, empati sebelum ambisi, dan rasa hormat sebelum kebebasan.

Semoga Allah senantiasa menguatkan jiwa dan raga kita—para orang tua yang sedang belajar menjadi teladan terbaik. Agar kelak, anak-anak kita mengenang rumah bukan sekadar tempat tinggal, tetapi tempat mereka belajar bagaimana menjadi manusia yang pantas di tengah manusia lainnya.

Comments