Film Obituary (2017) : Tentang Toleransi Di Sebuah Sudut Kota Tua Ampenan

Belakangan ini, negeri kita tercinta sedang dilanda badai intoleransi dimana-mana. Hal-hal yang dulunya berbaur padu, sekarang mulai terlihat kotak-kotak dan sekat-sekat yang saling memisahkan, saling membedakan diri. Mempertegas perbedaan dan mempermasalahkan perbedaan. Entah di mulai dari mana semua itu, yang jelas berita-berita kekinian banyak memberitakan tentang penolakan-penolakan terhadap  orang-orang tertentu yang berbeda dengan sebagian lainnya. Padahal negeri ini jelas mengusung idealisme Pancasila yang sudah tertata dengan baik, Bhinneka Tunggal Ika, Unity in Diversity. Berbeda-beda tetapi tetap satu, perbedaan adalah rahmat. Jelas sekali semuanya tetapi masih saja ada sebagian orang yang menutup mata. Pelan-pelan keadaan ini jika tidak segera ditindak lanjuti akan membuat keadaan sosial masyarakat semakin tidak kondusif. Jika sudah demikian, semakin jauhlah kita dari indahnya gotong royong, bekerjasama, dan interaksi sosial lainnya. Harus ada usaha untuk melawan keadaan ini. 

Di Lombok, seorang filmaker muda bernama Tris Pradana tergerak untuk membuat sebuah film bertema toleransi. Berangkat dari melihat keadaan seperti di atas, Tris menulis dan membuat film pendek ini bersama aktor-aktor yang tidak dibayar. Pure karena ingin memberikan karya yang baik, tontonan yang bisa menjadi tuntunan bagi masyarakat. Obituary Judul film itu.

Bersama Pak Kasim, Sang Sutradara, Zeff, Aldy dan teman-teman penonton Obituary

Sinopsis
Film ini bercerita tentang Pak Kasim seorang pria muslim paruh baya yang menjadi penjaga Rumah Duka tionghoa di Kota Tua Ampenan. Kasim adalah sosok sederhana yang merupakan cerminan kebanyakan masyarakat bawah di Indonesia, penampilan lusuh, berkulit gelap, dan apa adanya.  Sosok yang setia, santai dan tulus. Banyak cibiran dari tetangga-tetangganya kenapa Pak Kasim mau bekerja sama orang China, jadi penjaga rumah jenazah pula. Tapi kasim punya jawaban sendiri dan punya cara sendiri menikmatinya. Menikmati perbedaan yang banyak dipermasalahkan orang. Ketulusan pak Kasim tentu saja membuat orang-orang di sekelilingnya dan  tempat bekerjanya merasa nyaman dan setiap hari berjalan dengan bai, apa adanya. Tak ada masalah dengan perbedaan etnis dan warna kulit.

Setting
Film yang berdurasi 30 menit ini mengambil lokasi di Kota Tua Ampenan. Tepatnya di sebuah gedung tua yang dulunya rumah persemayaman jenazah yang bernama Hokkian Kong Hwee meski tak banyak sudut ampenan yang ditampilkan tetapi lokasi ini merupakan lokasi yang tepat untuk memperlihatkan sejarah dan uniknya kota Tua Ampenan. Sekilas kita memahami bahwa di Kota Tua Ampenan sudah sejak dulu masyarakatnya hidup berbaur antar etnis berbeda-beda; china, arab, pribumi, jawa dan sebagainya. Semua hidup dengan damai dan saling mendamaikan. Dari setting nya ini saja film ini sudah memberikan kita pelajaran tentang indahnya toleransi.

Pemain 
Jujur diantara semua pemain film ini saya hanya mengenal dan familiar dengan pemeran Pak Kasim, beliau adalah Mas Ari Garmano yang merupakan teman facebook saya yang statusnya dan karyanya selalu saya ikuti termasuk buku tentang Air Terjun - Air Terjun di Lombok dan Web Series Bully Billa yang seru itu, di web series garapan Tris Pradana ini mas Ari berperan sebagai guru. Aktingnya keren, sangat natural. Saya curiga cita-cita mas Ari waktu kecil jangan-jangan ingin menjadi aktor ya hehe. Sementara pemain lainnya merupakan wajah-wajah baru buat saya. 

Pesan Moral
Jelas film ini mengajarkan kita tentang hidup dalam keberagaman di masyarakat kita. Bagaimana kita menempatkan diri dan menempatkan orang lain dengan baik dalam perlakuan kita. Sebagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang lain, seperti itulah seharusnya kita memperlakukan orang lain. Kesederhaan dan kebersajaan pak Kasim adalah kekayaan sejatinya. Ia tak peduli seperti apa penampilan, tak peduli seperti apa pandangan orang tentang pekerjaannya yang ia tahu ia bermanfaat untuk orang lain juga keluarganya. Satu lagi pelajaran besar dari film ini, bahwa rezeki, jodoh dan maut itu mutlak kehendak dan rahasia Allah. Tak ada satu manusiapun yang bisa menebak kapan tiga hal itu datang menghampiri manusia. Seperti pesan yang tersirat di gambar poster film ini, dupa-dupa yang dibakar bersamaan tapi kita tidak akan pernah tahu yang mana yang akan habis lebih dulu.

Sedikit Kritik
Ada satu adegan yang menurut saya seharusnya bisa dikembangkan sedikit agar tidak terkesan datar. Adegan ketika si Koh (siapa gitu namanya) datang ke tempat kerja Pak Kasim, ia datang dengan langkah yang berat lalu duduk di depan Pak Kasim, bermain catur dan selesai kemudian pulang lagi karena sudah mau magrib. Menurut saya seharusnya disini ada hal lebih penting yang membuat ia datang kesana daripada sekedar bermain catur, karena kesan saya ketika melihat ia datang dengan wajah seperti membawa sedikit beban dengan langkah berat itu seperti membawa sesuatu untuk di selesaikan bersama Pak Kasim atau hal lain lah bukan cuma sekedar datang, main catur , selesai lalu pulang, agak datar menurut saya hehe.. Ya ini menurut saya sebagai penonton awam ya. Tergantung cara kita melihat. Jadi ini juga merupakan salah satu uniknya film ini, kita bisa mengartikan sendiri-sendiri makna nya. Buat saya A, bisa jadi buat orang lain B dan seterusnya.

Over All
Film ini adalah sebuah film yang patut kita banggakan. Terutama karena ini real karya anak muda Lombok dengan pandangan serta ide yang briliant, saya memberikan standing applause ketika menonton. Terlebih lokasinya juga ceritanya sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-sehari bukan cuma di Lombok tetapi di seluruh penjuru negeri ini saya rasa. Lewat film ini saya jadi mengenal Gedung Hokkian Kong Hwee yang hampir setiap hari saya lewati. Untuk film ini saya memberikan 4 dari 5 bintang.

Official Poster Film Obituart









Comments