Sudah beberapa bulan terakhir, saya rutin olahraga terutama jalan kaki dan lari selain juga saya kadang yoga atau 𝘸𝘰𝘳𝘬𝘰𝘶𝘵 sendiri di rumah. Ini saya lakukan mengingat makin kesini saya semakin dipaksa menyadari bahwa Kesehatan tetaplah yang paling utama dan terpenting. Apalagi setelah saya menjadi penyintas autoimun, olahraga adalah hal yang wajib. Meski hanya jalan kaki dengan durasi dan jumlah langkah tertentu. Menjaga makan dan kelola stress juga bagian penting yang harus saya lakukan agar kesehatan secara menyeluruh menjadi terkontrol.
Di Tengah kesibukan yang cukup menyita waktu, adalah sulit bisa mendapatkan kesempatan menyimak podcast, nonton film Panjang dan lainnya. Maka saya selalu memaksimalkan setiap waktu untuk melakukan berbagai hal. Misal sambil jalan kaki atau lari dalam rangka olahraga saya sembari mendengar podcast - podcast favorit saya. Salah satu podcast yang menjadi langganan saya adalah podcast nya bang Yusron Saudi. Apalagi Ketika narasumbernya kali ini adalah Bang 𝐍𝐮𝐫𝐝𝐢𝐧 𝐑𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐛𝐚𝐫𝐚𝐧𝐢, salah satu tokoh di NTB yang saya kagumi semangatnya, keberaniannya dan kecintaanya yang terasa pada NTB ini.
Nurdin Ranggabarani. Sosok yang tidak asing lagi di NTB, dan menurut saya pribadi, masih menjadi satu dari sedikit tokoh yang 𝘯𝘨𝘰𝘮𝘰𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘶𝘩 𝘱𝘢𝘬𝘢𝘪 𝘩𝘢𝘵𝘪. Suaranya berat, tenang, tapi tiap kalimat yang keluar itu mengandung energi reflektif yang kuat.
Dan kali ini saya ingin berbagi sedikit hasil menyimak saya. Beberapa poin yang menurut saya penting dari POV penonton podcast ini. Karena jujur, setelah menonton, saya merasa seperti baru diajak duduk di warung kopi dan ngobrol serius tentang NTB bareng seorang kakak atau orang tua yang bijak.
Sudah siap?? Here we go! Mari kita mulai.
***
“𝐍𝐓𝐁 𝐈𝐧𝐢 𝐌𝐚𝐮 𝐃𝐢𝐛𝐚𝐰𝐚 𝐤𝐞 𝐌𝐚𝐧𝐚?”
Pertanyaan pembuka dari Bang Nurdin langsung membuat saya termangu sejenak. Kalimatnya sederhana, tapi dalam.
“𝘕𝘛𝘉 𝘪𝘯𝘪 𝘮𝘢𝘶 𝘥𝘪𝘣𝘢𝘸𝘢 𝘬𝘦 𝘮𝘢𝘯𝘢?” katanya.
Bukan dalam nada pesimis ya, tetapi dengan rasa peduli dan tidak ingin daerah ini jalan di tempat. Beliau bilang, NTB itu sudah lengkap. Dari gunung hingga laut, dari tambang sampai wisata, dari religiusitas masyarakat sampai budaya gotong royong yang kuat—kita punya semuanya.
Lalu Bang Nurdin mencontohkan: Mau seperti Aceh? NTB tidak kalah religius. Mau seperti Riau? Kita juga provinsi kepulauan. Mau seperti Bali? Kita punya wisata yang tidak kalah indah. Mau seperti Maladewa? Kita punya pulau-pulau kecil yang eksotis.
Saya pun manggut-manggut saat menyimak. Karena memang benar. Kalau dipikir-pikir, semua potensi itu sudah di depan mata. Tapi... kenapa hasilnya belum terasa maksimal?
“𝐌𝐚𝐤𝐦𝐮𝐫 𝐝𝐚𝐧 𝐌𝐞𝐧𝐝𝐮𝐧𝐢𝐚” 𝐁𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐂𝐮𝐦𝐚 𝐒𝐥𝐨𝐠𝐚𝐧
Bang Nurdin kemudian bicara soal tagline besar NTB: 𝐌𝐚𝐤𝐦𝐮𝐫 𝐝𝐚𝐧 𝐌𝐞𝐧𝐝𝐮𝐧𝐢𝐚. Menurut beliau, ini bukan sekadar kalimat indah—ini adalah visi yang seharusnya bisa jadi kompas arah pembangunan. Tapi ada satu catatan penting dari beliau:
“𝘙𝘗𝘑𝘔𝘋 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘭𝘦𝘯𝘨𝘬𝘢𝘱. 𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘱𝘦𝘮𝘪𝘮𝘱𝘪𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘯𝘨𝘨𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘯𝘪 𝘦𝘬𝘴𝘦𝘬𝘶𝘴𝘪, 𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘶𝘮𝘢.”
Hmmm rasanya semacam diingatkan bahwa betapa pun hebatnya rencana, semua akan percuma kalau tidak ada keberanian untuk menjalankan. Beliau juga menekankan bahwa pemimpin tidak boleh hanya bisa bermimpi. Harus berani melangkah, mengeksekusi, dan mengambil keputusan sulit.\
𝐒𝐢𝐬𝐭𝐞𝐦 𝐇𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐁𝐞𝐫𝐠𝐞𝐫𝐚𝐤, 𝐁𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐂𝐮𝐦𝐚 𝐆𝐮𝐛𝐞𝐫𝐧𝐮𝐫 𝐝𝐚𝐧 𝐖𝐚𝐠𝐮𝐛
Salah satu Kalimat bang Nurdin yang cukup menyentil kesadaran adalah :
“𝘎𝘶𝘣𝘦𝘳𝘯𝘶𝘳 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘬𝘦𝘳𝘫𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪. 𝘒𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘥𝘪𝘯𝘢𝘴-𝘥𝘪𝘯𝘢𝘴 𝘵𝘦𝘬𝘯𝘪𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘯𝘨𝘨𝘢𝘬 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯, 𝘴𝘪𝘴𝘵𝘦𝘮 𝘪𝘯𝘪 𝘮𝘢𝘤𝘦𝘵.”
Jujur, saya jarang memikirkan hal ini. Selama ini banyak dari kita menilai keberhasilan hanya dari satu atau dua sosok. Tapi Bang Nurdin mengingatkan bahwa sistem pemerintahan itu seperti mesin besar. Kalau salah satu girnya macet—dinas A, B, atau C tidak bekerja maksimal—maka arah dan visi akan jadi sia-sia.
Beliau juga menyebut bahwa sinkronisasi antara provinsi dan kabupaten/kota sudah difasilitasi oleh regulasi. Artinya, tinggal bagaimana para pemangku kebijakan ini duduk bersama dan benar-benar bekerja sama. Tidak boleh ada ego sektoral atau merasa bisa jalan sendiri.
Satu kalimat Bang Nurdin ini cukup menancap tegas :
“𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘷𝘪𝘴𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘢𝘸𝘢𝘯𝘨-𝘢𝘸𝘢𝘯𝘨. 𝘔𝘢𝘴𝘺𝘢𝘳𝘢𝘬𝘢𝘵 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘶𝘵𝘶𝘩 𝘣𝘶𝘬𝘵𝘪, 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘯𝘫𝘪.”
Menurut beliau, sebesar apa pun RPJMD, selengkap apa pun visi daerah, kalau rakyat tidak merasakan dampaknya, maka itu belum sukses. Yang dibutuhkan sekarang adalah kebijakan yang nyata, program yang bisa disentuh dan dirasakan langsung oleh masyarakat.
Beliau menyebut contoh yang sangat dekat: petani, nelayan, pelaku wisata. Mereka tidak butuh banyak seminar atau wacana di media sosial. Mereka butuh kebijakan yang berpihak dan menyentuh langsung kehidupan mereka.
𝐒𝐨𝐚𝐥 𝐒𝐃𝐌, 𝐍𝐓𝐁 𝐓𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐊𝐞𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐓𝐚𝐩𝐢 𝐁𝐮𝐭𝐮𝐡 𝐊𝐞𝐛𝐞𝐫𝐚𝐧𝐢𝐚𝐧
Saya juga terkejut ketika Bang Nurdin juga menanggapi isu ini karena ini adalah isu klasik: 𝐤𝐮𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐒𝐃𝐌.
“𝘔𝘢𝘯𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘢𝘦𝘳𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘶𝘥𝘶𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘚3? 𝘉𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘵𝘶 𝘶𝘬𝘶𝘳𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢.”
Menurut beliau, komitmen, hati, dan keberanian jauh lebih penting dari gelar. SDM kita ada—banyak yang berkualitas. Tapi mereka harus diberi ruang, dibimbing, dan disemangati. Jangan hanya disalahkan.
Pesannya sederhana tapi mengena: 𝐣𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐩𝐚𝐤𝐚𝐢 𝐤𝐞𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐒𝐃𝐌 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐚𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐬𝐭𝐚𝐠𝐧𝐚𝐬𝐢.
Kemudian bagian yang menurut saya sangat menarik lagi adalah ketika Bang Nurdin bicara soal 𝐤𝐞𝐛𝐞𝐫𝐩𝐢𝐡𝐚𝐤𝐚𝐧. Ia menyebut bahwa NTB adalah daerah agraris dan maritim. Petani dan nelayan kita itu sudah terbiasa kerja sendiri. Tapi bayangkan jika ada regulasi yang benar-benar berpihak—apa yang bisa mereka capai?
“𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘤𝘶𝘮𝘢 𝘤𝘢𝘳𝘪 𝘶𝘢𝘯𝘨. 𝘔𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘱𝘦𝘫𝘶𝘢𝘯𝘨,” kata beliau.
Keberpihakan di sini bukan cuma soal dana. Tapi kepercayaan, perlindungan, dan pengakuan. Ketika petani merasa didukung, ketika nelayan merasa dihargai, semangat mereka akan berlipat ganda. 𝐊𝐞𝐛𝐞𝐫𝐩𝐢𝐡𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐢𝐭𝐮 𝐀𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐮𝐧𝐜𝐢.
𝐏𝐮𝐛𝐥𝐢𝐜 𝐓𝐫𝐮𝐬𝐭 𝐈𝐭𝐮 𝐑𝐚𝐩𝐮𝐡
Sebenarnya ada banyak hal yang Ketika menyimak podcast ini membuat kita menerung. Salah satunya adalah saat beliau bicara soal kepercayaan publik.
Pemerintah boleh bikin program, janji, atau target. Tapi jika tidak ditepati, kepercayaan masyarakat akan luntur. Dan ketika rakyat sudah kehilangan kepercayaan, sangat sulit untuk mendapatkannya kembali.
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡 𝐍𝐓𝐁 𝐌𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐏𝐞𝐝𝐮𝐥𝐢, 𝐌𝐞𝐬𝐤𝐢 𝐝𝐢 𝐋𝐮𝐚𝐫 𝐏𝐞𝐦𝐞𝐫𝐢𝐧𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧
Bang Nurdin menyebut bahwa banyak tokoh NTB yang masih peduli, meskipun sudah tidak aktif di pemerintahan. Mereka masih ingin berdiskusi, berbagi gagasan, dan mencari cara membantu daerah ini maju. Beliau bahkan sering diajak ngobrol oleh mereka, untuk sekadar bertukar pikiran. Dan menurut saya, ini adalah kekuatan yang luar biasa—hanya saja sering luput dimanfaatkan oleh pemerintah sekarang.
“𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐫𝐧𝐚𝐡 𝐋𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐢 𝐍𝐓𝐁”
Podcast ini, bagi saya, bukan cuma ajang ngobrol. Ini semacam cermin besar buat kita semua. Sebuah ajakan untuk melihat ke dalam—melihat potensi, kekuatan, tantangan, dan kesempatan yang NTB miliki. Saya pribadi merasa diajak untuk ikut berpikir: 𝐛𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐜𝐮𝐦𝐚 𝐩𝐞𝐦𝐞𝐫𝐢𝐧𝐭𝐚𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐮𝐧𝐲𝐚 𝐭𝐚𝐧𝐠𝐠𝐮𝐧𝐠 𝐣𝐚𝐰𝐚𝐛. 𝐓𝐚𝐩𝐢 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐢𝐭𝐚, 𝐭𝐞𝐫𝐦𝐚𝐬𝐮𝐤 𝐦𝐚𝐬𝐲𝐚𝐫𝐚𝐤𝐚𝐭 𝐛𝐢𝐚𝐬𝐚, 𝐩𝐮𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐞𝐫𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐮𝐧 𝐍𝐓𝐁 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫-𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫 𝐦𝐚𝐤𝐦𝐮𝐫 𝐝𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐮𝐧𝐢𝐚.
Dan kalimat terakhir dari Bang Nurdin jadi pengingat buat saya—dan mungkin juga buat kamu:
“𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐫𝐧𝐚𝐡 𝐥𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐢 𝐍𝐓𝐁.”
***
Narasumber: H. Nurdin Ranggabarani
Host: Bang Yusron Saudi
Lokasi: Studio YS Podcast
Comments
Post a Comment