Hutan Rusak, Guru Didesak : Stop Menjadikan Ruang Kelas sebagai “Tempat Sampah” Solusi Masalah Negara
Niat menyelamatkan lingkungan tentu patut diapresiasi. Namun
membebankan solusi atas persoalan struktural—deforestasi, illegal logging, tata
kota yang semrawut—ke pundak guru adalah bentuk kemalasan berpikir dalam
merancang kebijakan publik. Seolah-olah setiap kegagalan negara selalu bisa
“dibuang” ke ruang kelas.
Beban Guru yang Kian Melampaui Batas Kemanusiaan
Pemerintah perlu benar-benar membuka mata terhadap fakta di
lapangan. Guru di Indonesia hari ini bukan lagi sekadar pengajar. Mereka telah
bermetamorfosis secara paksa menjadi pekerja multi-peran dengan beban yang
semakin tidak masuk akal.
Salah Diagnosis Masalah
Banjir dan longsor di Sumatera bukan terjadi karena anak SD
tidak paham cara menanam pohon. Bencana itu lahir dari penegakan hukum yang
lemah terhadap perusak hutan, perizinan tambang dan sawit yang ugal-ugalan,
serta tata ruang yang amburadul.
Mengajarkan “kesadaran jaga hutan” di kelas tidak akan
menghentikan alat berat yang membabat hutan lindung besok pagi. Itu adalah
tugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta aparat penegak hukum.
Bukan tugas guru Matematika, Bahasa Indonesia, atau IPA yang setiap hari sudah
berjibaku dengan keterbatasan fasilitas dan tekanan administrasi.
Negara Harus Berhenti “Mencuci Tangan”
Jika Presiden dan pemerintah benar-benar serius membenahi
pendidikan dan lingkungan sekaligus, maka langkahnya bukan dengan menambah
beban silabus. Yang dibutuhkan justru kebijakan konkret:
- Kembalikan Guru ke Ruang KelasHapus beban administrasi yang tidak relevan dengan pembelajaran. Perkuat tenaga administrasi sekolah agar guru tidak lagi dipaksa menjadi operator data atau bendahara.
- Fokus pada Penegakan Hukum LingkunganJangan melempar tanggung jawab kerusakan alam ke dunia pendidikan. Tindak tegas korporasi perusak lingkungan, benahi perizinan, dan perkuat pengawasan hutan.
- Sejahterakan Dulu, Baru MenuntutSelesaikan persoalan guru honorer, perbaiki kesejahteraan, dan jamin perlindungan profesi guru sebelum menuntut mereka menyelamatkan hutan, moral bangsa, dan masa depan negara sekaligus.
Guru adalah fondasi peradaban. Mereka bukan “keranjang
sampah” untuk menampung segala solusi instan atas kegagalan negara mengurus
masalah strukturalnya. Biarkan guru fokus mengajar. Dan biarkan pemerintah
fokus bekerja membenahi regulasi dan penegakan hukum.
Fakta Data Di Bawah ini Tak Bisa Diabaikan
- Survei
P2G (Perhimpunan Pendidikan dan Guru) berkali-kali menyoroti bahwa
aplikasi seperti PMM menambah jam kerja guru di luar sekolah dan menggerus
waktu istirahat serta persiapan mengajar.
- Kasus
Bendahara BOS, tak sedikit guru yang terjerat masalah hukum atau
mengalami stres berat karena dipaksa mengelola keuangan tanpa kompetensi
akuntansi.
- Skor
PISA Indonesia yang stagnan bahkan menurun pada literasi, matematika,
dan sains menunjukkan bahwa fokus guru sudah terpecah, sehingga penambahan
materi non-esensial hanya akan memperburuk kualitas pembelajaran dasar.
Negara tidak boleh terus-terusan menyelesaikan persoalan besar dengan cara termudah: melemparkannya ke ruang kelas. Jika pola ini terus dibiarkan, maka bukan hanya hutan yang terus rusak—pendidikan kita pun akan ikut tumbang perlahan.

Comments
Post a Comment