Apakah kamu percaya ada hari dan hari tidak baik?
Bagaimana dengan mata air yang mampu menyembuhkan? Apa kamu percaya?
Semalam bertempat di Markas Santiri Foundation yang satu tempat dengan Warung Kopi ArtCofeelago kami nonton bareng video dokumentasi dari kegiatan Molang Maliq oleh musisi kebanggaan saya kang Yuga Anggana dan Juga Dokumentasi Proses Digitalisasi Wariga di Lombok Utara oleh kawan kami Angga Putradi .
Molang Maliq adalah sebuah nama tradisi di Telagawaru Lombok Timur. Proses yang di dokumentasikan menjadi film dokumenter ini adalah proses "menghidupkan" kembali sumber mata air di desa tersebut. Kang Yuga dan si cantik Pamela Paganini bersinergi dengan banyak pihak untuk menghidupkan kembali Mata Air tersebut dengan proses yang tak mudah karena harus benar-benar memulai dari awal; mengajak anak muda, sosialisasi ke warga hingga membentuk sanggar seni. Mata air itu satu tapi perjalanan "menghidupkan" dan menjaga nya bersama-sama adalah proses yang menurut saya (setelah menonton) adalag proses yang menantang sekaligus seru. Menyadarkan masyarakat akan pentingnya mata air, penting nya menjaga kebersihan dan keseimbangan alam tentu bukan hal mudah. Namun endingnya bukan hanya sumber mata air yang menjadi bersih dan menjadi sakral kembali tetapi banyak hal hal lain turut "hidup" di desa itu sebagaimana air memberi energi dan kehidupan pada sekitarnya.
Sangat menyenangkan dan kagum dengan Film Dokumenter Molang Maliq ini. Jika teman-teman ingin menonton lebih lengkap silahkan tonton disini : https://youtu.be/_6W0LbSWKc4?si=1c6FHcr8gwuKWwF-
...
Berikutnya adalah Filn Dokumenter Wariga.
Wariga adalah tata cara perhitungan mencari hari baik, kapan akan dimulainya suatu hajat hidup manusia di bumi terutama dalam hal ini adalah suku Sasak di sekitar Lereng Rinjani di Lombok Utara; Bayan dan sekitarnya.
Berawal dari ketertarikan nya pada sistem mencari hari baik ini, Angga mengangkat Wariga sebagai topik skripsi nya. Ternyata prosesnya semenarik itu. Akhirnya oleh mas Jatiswara Mahardika dibuatlah film dokumenter dengan pendekatan yang lebih natural yakni dengan mendokumentasikan dialog dialog antar warga juga orang-orang berpengaruh di wilayah tersebut yang membahas tentang pertanian dan lainnya, mencari hari baik Dan seterusnya. Tanpa wawancara.
Angga sendiri lewat skripsi nya berupaya mendigitalisasi Wariga yang tadi nya hanya ditulis dengan kapur di atas sebilah papan menjadi aplikasi yang akan bisa diakses semua orang di ponsel juga di website. Lewat upaya ini Angga ingin menjelaskan kepada semua bahwa menentukan hari baik itu bukanlah takhayul atau syirik. Hari baik itu ditentukan berdasarkan informasi yang turun temurun disampaikan dari leluhur leluhur suku sasak hingga saat ini. Tentu saja akurat karena berdasarkan pengalaman mereka yang mereka dokumentasi kan dalam banyak hal semisal babat, papan Wariga, cerita rakyat, tarian, ritual dan sebagai nya yang dijaga dengan baik secara turun temurun yang oleh orang orang konservatif disebut takhayul dan sebagainya padahal disana ada penjelasan ilmiah yang menunggu seseorang untuk menguraikan nya agar bisa difahami oleh semua orang.
Lalu apakah wariga berlaku di zaman modern dan zaman Yang mengalami perubahan iklim ini? Pertanyaan itu akan terjawab nanti di launching aplikasinya. Kita tunggu saja.
Comments
Post a Comment