![]() |
| Ini Suplemen, Bukan Obat 😁 |
Rem itu tidak dibuat untuk menghambat perjalanan, tapi untuk
memastikan kita selamat sampai tujuan. Begitu pula ujian. Ia hadir bukan untuk
mematahkan langkahmu, tetapi untuk memastikan arahmu tetap lurus, hatimu tetap
sadar, dan tujuanmu tidak hilang di tengah hiruk-pikuk kehidupan.
Ada orang yang menghadapi ujian dengan panik, ada yang
berusaha kabur, dan ada yang terlalu santai sampai lupa belajar dari
tanda-tandanya. Padahal, seni menghadapi ujian itu bukan sekadar kuat, tapi peka.
Peka terhadap apa yang sedang diajarkan hidup. Peka terhadap apa yang perlu
diperbaiki. Peka terhadap apa yang harus dilepaskan.
Ujian itu Banyak Macamnya
Tidak semua ujian datang dengan bentuk yang sama. Kadang ia
datang sebagai kehilangan, kadang sebagai kegagalan, kadang sebagai rasa takut.
Dan sering kali, ujian terberat adalah yang tidak terlihat oleh orang lain.
6. Dan Ada Ujian yang Paling Sunyi: Sakit
Sakit adalah ujian yang tidak bisa kamu tawar. Ia datang
ketika tubuhmu sedang lemah, dan pikiranmu ikut retak. Tapi ujian sakit—apalagi
sakit kronis—adalah salah satu ujian paling mulia sekaligus paling manusiawi.
Ujian sakit itu macam-macam:
Sakit kronis mengajarkan banyak hal yang tak semua orang paham bahwa sabar itu bukan pilihan, tapi kebutuhan, bahwa tubuh punya bahasa yang harus kita dengarkan, bahwa sehat itu bukan kondisi, tapi amanah, bahwa menerima bukan berarti menyerah, dan bahwa jeda itu bagian dari ibadah
Dalam Islam sendiri, sakit adalah cara Allah menggugurkan dosa, meninggikan derajat, dan mendekatkan manusia pada-Nya. Orang yang diuji sakit kronis diberi kesempatan untuk terus memperbaiki diri—hari demi hari—dengan cara yang orang lain tidak alami. Sakit memaksa kita untuk pelan. Dan kadang, justru dalam ritme yang pelan itu kita menemukan diri yang baru: lebih kuat, lebih peka, lebih jujur, dan lebih dekat dengan Tuhan.
Ujian itu seperti gelombang. Kamu tidak bisa berhenti agar
gelombangnya lenyap, tapi kamu bisa belajar berdiri lebih seimbang. Hidup tidak
meminta kita menang terus, tapi meminta kita untuk terus tumbuh—bahkan dari hal
yang menyakitkan.
Dalam ajaran Islam, ujian adalah cara Allah menarikmu lebih
dekat. Cara-Nya mengingatkan kita bahwa tidak semua yang kita genggam itu baik;
dan tidak semua yang hilang itu rugi. Kadang Allah tidak memberi jalan mudah
agar kita belajar meluruskan niat. Kadang kita diguncang bukan karena Allah
membenci, tetapi karena Dia ingin menumbuhkan sesuatu yang lebih baik di dalam
diri.
Seni menghadapi ujian adalah menemukan ketenangan bahkan sebelum mengerti jawabannya. Menyadari bahwa hidup ini tidak harus sempurna, cukup dijalani dengan hati yang jujur, sabar, dan mau belajar. Seni menghadapi ujian bukan tentang menjadi kuat setiap waktu, tapi tahu kapan harus berhenti, kapan harus melambat, kapan harus menangis, kapan harus meminta bantuan, dan kapan harus melepaskan.
Ujian itu seperti rem dalam hidup. Menyelamatkan kita dari hal-hal yang tidak kita lihat. Memberi ruang untuk merenung, menata ulang tujuan, dan kembali berjalan dengan hati yang lebih matang. Jadi kalau kamu sedang diuji hari ini, jangan buru-buru merasa kalah. Mungkin ini adalah rem yang menyelamatkanmu dari sesuatu yang tidak kamu lihat. Mungkin ini cara hidup berkata: “Pelan sebentar. Ada yang perlu kamu pahami.”
Dan perlahan, ketika waktunya tiba, kamu akan mengerti kenapa rem itu perlu. Dan kenapa ujian itu, ternyata, adalah bagian dari kasih sayang yang paling halus dalam hidup. Dan kelak, ketika semuanya mereda, kamu akan sadar:

Comments
Post a Comment