Juliana, Rinjani, dan Hikmah yang Tertinggal di Langit Gunung


Tak ada satu pun dari kita yang benar-benar siap kehilangan. Apalagi ketika kehilangan itu datang dari ketinggian—dari tempat yang selama ini dikenal sebagai surga para petualang, tempat orang mencari kedamaian, keberanian, dan arti hidup. Gunung Rinjani, gagah dan anggun, kini menyimpan satu nama lagi dalam sunyinya: Juliana Marins.

Juliana bukan hanya seorang pendaki. Ia adalah jiwa muda yang penuh semangat, penjelajah dunia dengan hati yang terbuka, pencinta alam yang menemukan dirinya dalam perjalanan. Perjalanannya dari Brasil hingga ke puncak-puncak Asia Tenggara bukan sekadar wisata, tapi ekspedisi jiwa. Sampai akhirnya ia tiba di Rinjani—dan di sanalah, perjalanannya mencapai ujung.

Saya tidak ingin menyalahkan siapa pun. Karena kita semua tahu: gunung selalu punya kehendaknya sendiri. Cuaca bisa berubah tanpa aba-aba. Kabut bisa menelan pandangan dalam hitungan menit. Kekuatan tubuh, bahkan semangat, bisa runtuh di tengah jalan. Di titik itu, manusia bukan penakluk. Kita hanyalah tamu.

Namun dari tragedi ini, ada hikmah yang perlu kita jaga bersama.

Pertama, kita diingatkan bahwa alam adalah guru paling jujur. Ia mengajarkan kita tentang kerendahan hati, kesiapan, dan kesabaran. Bagi para pendaki, ini bukan tentang keberanian atau kekuatan, tapi soal kesadaran diri dan tahu batas. Bagi pengelola wisata, ini adalah panggilan untuk terus mengevaluasi sistem, meningkatkan respons dan memperkuat edukasi tentang risiko pendakian. Dan bagi kita semua: ini tentang bagaimana mencintai alam bukan hanya dengan kamera dan jejak kaki, tapi juga dengan tanggung jawab.

Kedua, kita belajar bahwa waktu adalah misteri. Juliana sempat terlihat hidup usai terjatuh—dan itu menghantui banyak orang. Tapi barangkali, waktu yang kita anggap tak cukup itu justru telah cukup menurut Tuhan. Tugas kita bukan meratapi "jika saja", tetapi mendoakan yang terbaik dan memastikan tak ada nyawa lain yang hilang sia-sia di masa depan.

Terakhir, kita diajak untuk lebih menghargai perjalanan hidup. Bahwa setiap langkah, setiap senyuman, dan setiap unggahan di media sosial bisa menjadi kenangan terakhir yang membekas di hati banyak orang. Juliana menginspirasi bukan karena bagaimana ia pergi, tapi karena keberanian dan cintanya pada dunia.

Selamat jalan, Juliana. Langit Rinjani kini lebih syahdu karena namamu.

Dan untuk kita yang masih di bawah: mari terus belajar, menghargai hidup, dan mencintai bumi dengan sepenuh hati.



Comments