Pernah lihat video bapak-bapak berguling-guling di tanah
yang viral di TikTok? Banyak yang ketawa, banyak juga yang nyinyir. Katanya, bapak itu marah ke
tetangganya terus pura-pura jatuh biar dikasihani.
Belakangan baru ketahuan, bapak itu ternyata bukan orang
sembarangan. Beliau adalah Muhammad Imam Muslimin, dosen di UIN Malang — yang
biasa dipanggil Pak Yai Mim. Dan yang lebih parah, semua yang viral itu… ternyata nggak seperti yang
kelihatan.
Saya dan tempat saya mengajar pernah mengalami hal yang lebih kurang sama
seperti ini jadi saya faham sekali bagaimana sosial media bisa benar-benar dengan
sangat massive dan secepat kilat membunuh karakter, mengaburkan kebenaran dan mengerikan.
Saya tidak akan menjelaskan kasus itu disini. Intinya narasi-narasi keliru yang
disebar tanpa konfirmasi itu amat sangat berbahaya.
Awal Mula Masalah Yai Mim vs Sahara
Ceritanya berawal dari tetangganya, Sahara, yang
punya usaha rental mobil. Usahanya lumayan besar, tapi tempat parkirnya sempit.
Akhirnya mobil-mobil itu diparkir seenaknya — termasuk di depan rumah Pak Yai
Mim dan di tanah kosong milik orang lain.
Nah, waktu itu, tanah kosong itu mau dijual. Pemiliknya dari
Bali. Tanah itu ditawarin ke Pak Yai Mim, tapi beliau nolak. Gak mau ribut sama
tetangga. Cuma karena rumputnya udah tinggi, beliau bersihin biar gak jadi
sarang ular. Eh, malah dituduh bakar ban dan bikin rusuh.
Dari situlah masalah mulai panas. Sahara bikin banyak video
di TikTok. Isinya nuduh Pak Yai Mim iri sama usahanya, ngajak mahasiswa buat
“nyerbu” tempat rentalnya, bahkan sempat menuduh hal yang lebih parah: tindak
asusila. Tapi semua itu cuma narasi sepihak. Dia motong-motong
video, upload bagian yang bikin dirinya keliatan jadi korban, sementara bagian
pentingnya , yang bisa jelasin situasi sebenarnya gak pernah dimunculin.
Video yang Bikin Netizen Salah Paham
Puncaknya, video Pak Yai Mim berguling di tanah itu viral
banget. Narasinya? Katanya dosen stres, pura-pura pingsan, pura-pura jadi
korban. Netizen langsung ramai menghujat.Komentarnya kejam:
“Dosen kok kayak anak kecil.”
“Pantesan muridnya gak beres.”
Padahal, gak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi sebelum kamera nyala. Semua bermula dari sebuah video
berdurasi kurang dari satu menit yang diunggah di media sosial. Dalam video itu, terlihat seorang pria paruh baya memakai baju koko dan sarung
— yang belakangan diketahui sebagai Pak Yai Mim, seorang dosen dan tokoh
masyarakat — tampak tergeletak di tanah sambil berguling di halaman
rumahnya.
Video itu direkam dari jarak agak jauh, dengan suara
perempuan yang terdengar di latar belakang — diduga milik Sahara,
tetangga yang selama ini punya hubungan kurang harmonis dengan keluarga Yai
Mim. Yang bikin heboh, video itu diunggah tanpa konteks apa pun, hanya
disertai caption bernada sindiran:
“Beginilah kalau orang sok alim gak diterima warga.”
Dalam hitungan jam, video itu meledak di berbagai platform —
terutama TikTok dan Instagram. Judul-judul repost akun gosip bermunculan:
“Dosen Stres Berguling di Tanah Gegara Masalah Tetangga!”
“Korban Atau Pelaku? Aksi Aneh Dosen Viral di Jawa Timur!”
Netizen pun langsung berburu sensasi di kolom komentar. Tanpa tahu cerita sebenarnya, ribuan komentar masuk dengan nada mengejek dan
menghina:
“Dosen kok kayak anak kecil.”
“Pantesan muridnya gak beres.”
“Ciri-ciri orang gak kuat iman tapi sok suci.”
Bahkan ada yang membuat parodi dari video itu,
menambahkan musik lucu dan efek slow motion seolah itu adegan komedi. Padahal, di balik video pendek itu, ada kejadian panjang dan penuh tekanan
emosional yang sama sekali gak ditampilkan di kamera.
Menurut keterangan saksi dan klarifikasi dari keluarga, kejadian
itu bukan spontanitas aneh atau sandiwara seperti yang dituduhkan. Sebelum kamera menyala, terjadi adu mulut panas antara Sahara dan Bu
Rosida (istri Yai Mim) soal tanah parkir di depan rumah. Pertengkaran itu sudah berkali-kali terjadi, tapi kali ini jadi lebih parah —
dengan teriakan, ancaman, dan provokasi dari pihak Sahara yang membuat
situasi makin tegang.
Yai Mim, yang saat itu baru pulang dari masjid, berusaha
menenangkan suasana. Tapi karena emosinya ikut terpancing dan tekanan
situasinya tinggi, ia terpukul secara mental dan fisik — jatuh, lalu menggulingkan
diri sambil menahan napas pendek, tanda orang mengalami tekanan
emosional berat atau psikosomatik. Namun momen itu justru direkam dan dipotong jadi seolah ia “berpura-pura
pingsan” demi cari perhatian.
Ironisnya, bagian sebelum dan sesudah kejadian itu
sengaja tidak disertakan dalam video yang beredar. Publik cuma disuguhi potongan paling dramatis — tanpa tahu latar belakang,
tanpa tahu apa yang terjadi lima menit sebelumnya. Dan di era media sosial seperti sekarang, potongan video
tanpa konteks bisa lebih tajam dari pisau. Dalam waktu kurang dari 24 jam,
reputasi seorang dosen, guru ngaji, sekaligus tetangga yang dikenal santun — runtuh
hanya karena satu unggahan singkat.
Siapa Sebenarnya Pak Yai Mim?
Pak Yai Mim bukan orang sembarangan. Beliau dosen filsafat
dan tasawuf, juga pengasuh dua pondok pesantren.Pendidikannya panjang — dari
pesantren, kuliah di IAIN, lanjut S2 di UMM, sampai S3 di UIN Malang.Orangnya
tenang, santun, dan dikenal sabar.Jadi aneh banget kalau tiba-tiba dibilang
“gila karena iri sama tetangga.” Tapi begitulah, di era medsos, potongan
video bisa mengubah siapa pun jadi penjahat.
Kebenaran Mulai Terkuak
Setelah berhari-hari jadi bahan omongan netizen, akhirnya Pak
Yai Mim dan istrinya, Bu Rosida, angkat bicara. Lewat Podcast Deni Sumargo dan juga lewat akun TikTok mereka, @rose_enjoy_herlife,
pasangan ini memutuskan untuk menjelaskan semuanya — dari awal sampai akhir —
tanpa drama, tapi dengan bukti nyata.
Dalam video berdurasi sekitar lima menit itu, Bu Rosida
bercerita dengan nada tenang. Ia bilang, semua tuduhan yang selama ini
dilemparkan oleh Sahara dan suaminya itu nggak benar sama sekali.
Masalahnya ternyata bukan karena iri, atau urusan pribadi, tapi soal lahan
parkir di depan rumah yang selama ini sering jadi sumber gesekan kecil di
lingkungan mereka.
Menurut penjelasan Bu Rosida, area parkir itu sebenarnya tanah
milik keluarga mereka — bukan fasilitas umum seperti yang diklaim pihak
sebelah. Tapi karena sering dipakai sembarangan, termasuk oleh keluarga Sahara,
terjadilah kesalahpahaman yang makin lama makin panas. Dan sayangnya, Sahara
memilih mengadu ke media sosial alih-alih menyelesaikan secara baik-baik di
lingkungan RT.
Nggak berhenti di situ. Setelah video klarifikasi itu viral, bukti-bukti mulai bermunculan:
- Rekaman
CCTV yang menunjukkan siapa sebenarnya yang memulai keributan,
- Surat
tanah asli atas nama keluarga Pak Yai Mim,
- Dan kesaksian
warga sekitar yang menguatkan kalau Sahara dan suaminya memang sering
membuat gaduh, bahkan beberapa kali ditegur oleh tetangga.
Jadi pelan-pelan, publik mulai melihat sisi lain dari cerita
ini. Yang awalnya kasihan sama Sahara, mulai ragu. Banyak yang akhirnya sadar bahwa narasi
di media sosial bisa sangat menipu kalau kita cuma dengar satu sisi.
Nggak mau berlarut-larut, Pak Yai Mim akhirnya melapor ke
polisi. Bukan karena ingin balas dendam, tapi karena nama baiknya dan keluarganya sudah
terlanjur rusak di mata publik. Laporan itu jadi bukti bahwa kasus ini bukan
lagi sekadar drama viral, tapi sudah masuk ranah hukum.
Begitu kabar laporan itu tersebar, suasana di kolom komentar
langsung berubah. Yang dulu menghujat, mulai diam. Beberapa bahkan minta maaf secara terbuka di kolom komentar dan mengakui
kalau mereka “kebablasan ikut menghukum tanpa tahu kebenaran.”
Perlahan tapi pasti, kebenaran mulai menampakkan dirinya. Kasus ini bukan lagi tentang siapa yang paling menang di dunia maya, tapi
tentang betapa mudahnya reputasi seseorang hancur hanya karena satu video
yang belum tentu benar.
Dampaknya Nggak Main-Main
Bu Rosida sempat cerita kalau dia sampai trauma berat. Bayangin,
tiap hari dihujat, diusir dari rumah sendiri, bahkan nama baik suaminya hancur
di depan publik.
Padahal semua itu hasil editan dan fitnah. Menurut psikolog, ini namanya social mobbing digital,
perundungan massal di dunia maya, di mana orang-orang ramai-ramai menyerang
seseorang tanpa tahu kebenarannya. Dampaknya? Bisa bikin depresi, stres berat, sampai kehilangan rasa percaya
diri.
Kasus ini jadi pengingat buat kita semua: di dunia digital,
kebenaran itu bisa dikaburkan semudah satu potong video. Kita sering lebih
cepat nge-judge daripada cari tahu fakta. Padahal tombol “share” itu kelihatannya sepele, tapi bisa
jadi alat pembunuh karakter seseorang. Satu komentar nyinyir, satu unggahan
asal-asalan — efeknya bisa bertahun-tahun buat korban.
Jadi sebelum ikut komen, coba tanya dulu ke diri sendiri :“Aku
beneran peduli sama kebenaran, atau cuma pengen rame?”
***
Sekarang, Pak Yai Mim perlahan bangkit. Beliau tetap
mengajar, meski bukan di kampus lamanya.
Beliau buka pengajian di rumah, ngajarin tentang kesabaran, kejujuran, dan
bagaimana menghadapi fitnah. Banyak murid yang datang lagi, kasih dukungan.Mereka tahu,
gurunya bukan orang seperti yang digambarkan di TikTok. Dan publik mulai sadar:
yang viral belum tentu benar.
***
Kisah ini bukan cuma tentang dosen dan tetangga, tapi
tentang kita semua. Tentang bagaimana medsos bisa jadi ladang fitnah,
dan bagaimana mudahnya kita percaya pada yang paling ramai, bukan yang paling
benar. Kadang, yang suaranya paling keras bukan yang paling tahu. Dan yang diam bukan berarti salah — bisa jadi sedang menahan luka paling dalam.
Fitnah digital itu nyata. Tapi kebenaran, meski lambat, tetap punya jalannya
sendiri buat muncul ke permukaan.
Jadi, lain kali ada yang viral… jangan buru-buru menghujat. Karena di balik layar yang kamu tonton, bisa jadi ada seseorang yang sedang
berjuang mempertahankan nama baiknya — sendirian.
Comments
Post a Comment