Belakangan ini, isu mengenai banyaknya ASN (Aparatur Sipil Negara) yang terjebak dalam utang pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol) semakin sering terdengar. Data yang ada menunjukkan bahwa masalah ini tidak hanya terjadi di satu atau dua daerah, namun cukup meluas. Di Jawa Timur, misalnya, di Lumajang sebanyak 19 ASN tercatat terjerat pinjaman online, yang dampaknya bahkan sampai mempengaruhi kedisiplinan mereka dalam bekerja. Di Blitar, lebih dari 50% ASN yang menjadi nasabah BPR adalah para guru, dengan sekitar 20% di antaranya mengalami kesulitan dalam membayar pinjaman online dan layanan paylater. Bahkan di Boyolali, seorang ASN memulai utangnya sebesar Rp900 ribu, namun jumlahnya membengkak hingga Rp75 juta karena harus meminjam dari 27 aplikasi pinjol untuk menutupi utang sebelumnya.
Masalah ini juga muncul di tingkat nasional. Kementerian Dalam Negeri melaporkan bahwa sekitar 600 ASN terlibat dalam judi online. Di Jakarta, 165 ASN dari Satpol PP tercatat terlibat dalam judi online dengan total transaksi mencapai Rp2,3 miliar sejak tahun 2023.
Di Nusa Tenggara Barat (NTB), masalah serupa juga terjadi. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Juli 2024, total pinjaman online yang belum terbayar di NTB mencapai Rp634 miliar, dengan tingkat kredit macet (TWP90) sebesar 4,92%, yang merupakan angka tertinggi di Indonesia. Di Kota Mataram, bahkan ada pengakuan bahwa sejumlah ASN terlibat dalam perjudian online dan sudah mendapatkan teguran. Wali Kota Mataram pun menegaskan bahwa ASN yang terbukti terlibat judi online bisa dikenakan sanksi, bahkan pemecatan.
Fenomena ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan. Mengapa ASN yang seharusnya memiliki profesi yang stabil dan gaji tetap, bisa terjerat dalam utang dan pinjol? Apakah hanya masalah gaya hidup konsumtif semata, atau ada faktor lain yang lebih mendalam yang perlu kita pahami?
Ketika mendengar istilah "ASN" (Aparatur Sipil Negara), banyak orang membayangkan kehidupan yang stabil dan terjamin: gaji tetap, berbagai tunjangan, serta jaminan pensiun. Namun, realitas yang terjadi di lapangan sering kali berbeda. Tidak sedikit ASN yang justru mengalami tekanan finansial hingga terjebak dalam utang, baik melalui koperasi, bank, bahkan pinjaman online (pinjol). Apa sebenarnya yang menyebabkan hal ini terjadi? Mari kita bahas bersama.
Gaji Ada, Tapi Sering Tidak Cukup
Gue tabok ya kalau ada yang bilang "bersyukur makanya biar terasa cukup" Hahaha.
Rata-rata gaji pokok ASN berada di kisaran tiga jutaan rupiah. Bagi ASN yang belum berkeluarga, angka ini mungkin cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Namun, bagi ASN yang sudah berkeluarga dan memiliki dua atau tiga anak, penghasilan tersebut sering kali terasa jauh dari cukup. Memang ada tunjangan anak yang diberikan pemerintah, namun nominalnya relatif kecil, yakni kurang dari 200 ribu rupiah per anak dan hanya berlaku untuk dua anak pertama. Selain itu, ada juga tambahan penghasilan seperti TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) atau tunjangan sertifikasi. Sayangnya, realitasnya, pencairan tunjangan ini sering kali mengalami keterlambatan, bahkan tidak bisa diprediksi. Sementara itu, kebutuhan hidup tidak bisa ditunda: biaya makan, listrik, pendidikan anak, transportasi, dan kebutuhan kesehatan terus berjalan setiap hari. Dan bunyi token listrik gak bisa dibungkam dengan hanya bilang 'Syukur Alhamdulillah" buuu
Siklus Gali Lubang Tutup Lubang
Ketika kebutuhan tidak sejalan dengan pemasukan, banyak ASN yang akhirnya mengambil jalan pintas: berutang. Awalnya, niatnya sederhana: menggunakan utang untuk sementara waktu, lalu melunasinya ketika tunjangan tambahan cair. Namun dalam praktiknya, tunjangan yang terlambat membuat utang lama belum lunas, sementara kebutuhan baru terus berdatangan. Gaji bulanan pun habis hanya untuk membayar utang yang lalu, membuat mereka kembali berutang untuk bulan berikutnya. Akhirnya, terjebaklah dalam siklus gali lubang tutup lubang.
Tekanan Bertambah: Sandwich Generation
Kondisi semakin berat bagi ASN yang tergolong sandwich generation, yaitu mereka yang menanggung biaya hidup dua generasi sekaligus: anak-anak yang masih membutuhkan biaya pendidikan dan perawatan, serta orang tua yang sudah tidak lagi produktif. Beban finansial menjadi dua kali lipat, sementara pemasukan tetap terbatas. Dalam kondisi ini, berutang bukan lagi pilihan, melainkan sering kali menjadi satu-satunya jalan bertahan.
Bahaya Terjebak Pinjaman Online
Kemudahan akses pinjaman online (pinjol) memperparah situasi. Proses pencairan yang cepat dan persyaratan yang minim membuat banyak ASN tergoda menggunakan pinjol untuk menutupi kebutuhan mendesak. Namun, bunga yang tinggi dan denda keterlambatan yang memberatkan justru memperburuk kondisi keuangan dalam jangka panjang. Tidak sedikit kasus ASN yang akhirnya harus menghadapi tekanan mental tambahan akibat beban utang dari pinjaman online yang terus membengkak.
Solusi: Membangun Mindset Keuangan Baru
Melihat kondisi ini, sudah saatnya ASN membangun mindset keuangan yang baru. Beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan antara lain:
1. Memberdayakan Potensi Diri
ASN perlu mulai mengembangkan side hustle atau usaha sampingan yang halal dan tidak mengganggu tugas utama. Misalnya, membuka usaha kecil, menawarkan jasa konsultasi, mengajar les privat, menjadi content creator, atau mengembangkan keterampilan lain sesuai minat dan kemampuan.
2. Meningkatkan Literasi Keuangan
Belajar mengelola keuangan dengan lebih bijak sangat penting. Membedakan antara kebutuhan dan keinginan, membuat anggaran bulanan, serta membatasi utang konsumtif bisa membantu ASN menjaga stabilitas keuangan.
3. Mengelola Utang dengan Bijak
Jika memang harus berutang, ASN perlu memilih lembaga keuangan resmi yang memiliki regulasi jelas, dan memastikan kemampuan pembayaran sesuai. Menitipkan SK untuk pinjaman di bank, misalnya, adalah pilihan yang sah, asalkan dilakukan dengan pertimbangan matang.
Menjadi ASN adalah pilihan profesi yang mulia dan membawa banyak hak istimewa. Namun, tanpa perencanaan keuangan yang matang, tekanan hidup tetap bisa datang, bahkan bisa membuat ASN terjebak dalam siklus utang yang sulit diputus. Perubahan tidak mudah, tetapi perlu dimulai. Membangun sumber penghasilan tambahan, meningkatkan literasi keuangan, dan belajar hidup sederhana adalah langkah penting agar ASN tidak hanya hidup cukup, tetapi juga lebih sejahtera di masa depan.
Jika menurutmu tulisan ini bermanfaat, jangan lupa bagikan agar kamu juga menjadi bagian dari kebaikan.
Jika menurutmu tulisan ini bermanfaat, jangan lupa bagikan agar kamu juga menjadi bagian dari kebaikan.
Tulisan yang bagus aka..
ReplyDeletegaya hidup juga sih
ReplyDelete