Menimbang Ibu Kota Provinsi Pulau Sumbawa: Antara Data, Sejarah, dan Persepsi Publik


Wacana pemekaran Pulau Sumbawa dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali mencuat dalam beberapa tahun terakhir. Semangat untuk membentuk Provinsi Pulau Sumbawa bukan sekadar ambisi administratif, melainkan bagian dari harapan panjang untuk pemerataan pembangunan, pendekatan layanan publik, dan optimalisasi potensi lokal di wilayah timur NTB.

Namun, sebagaimana lazim terjadi dalam setiap rencana pemekaran wilayah, muncul satu polemik klasik yang kerap menjadi perdebatan: wilayah mana yang paling layak menjadi ibu kota provinsi baru?

Pulau Sumbawa terdiri dari lima wilayah administratif, yaitu:
🗺️ Kabupaten Sumbawa
🗺️ Kabupaten Sumbawa Barat
🗺️ Kabupaten Bima
🗺️ Kabupaten Dompu
🗺️ Kota Bima
Masing-masing memiliki argumentasi historis, geografis, dan potensi ekonominya sendiri. Bima, sebagai wilayah dengan populasi besar dan konektivitas pelabuhan aktif, dinilai strategis oleh sebagian kalangan. Sumbawa, yang berada di tengah pulau dan memiliki tradisi pemerintahan yang kuat sejak era kerajaan, juga memiliki klaim historis yang kuat. Di sisi lain, muncul kejutan dari Kabupaten Sumbawa Barat yang secara fiskal menunjukkan kinerja sangat impresif.
Untuk menambah perspektif objektif, mari kita tinjau data Pendapatan Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2024 dari masing-masing wilayah:

Peringkat Pendapatan Daerah 2024:
1. Kabupaten Sumbawa Barat: Rp 2,46 triliun
2. Kabupaten Sumbawa: Rp 2,02 triliun
3. Kabupaten Bima: Rp 1,96 triliun
4. Kabupaten Dompu: Rp 1,26 triliun
5. Kota Bima: Rp 899,57 miliar

Data ini menunjukkan bahwa Kabupaten Sumbawa Barat, meski merupakan kabupaten termuda di Pulau Sumbawa (dimekarkan tahun 2003), kini justru mencatat pendapatan daerah terbesar. Hal ini menjadi bukti bahwa usia daerah tidak selalu berbanding lurus dengan kapasitas fiskal.
Namun demikian, penentuan ibu kota provinsi tidak dapat bergantung pada angka PAD semata. Ada faktor-faktor lain yang juga krusial seperti:

✅ Posisi geografis dan keterjangkauan antarwilayah
✅ Infrastruktur pendukung pemerintahan
✅ Stabilitas sosial-politik
✅ Sentimen masyarakat
✅ Historis dan simbolik

Dalam konteks ini, Sumbawa Besar masih diunggulkan dari sisi letak geografis dan sejarahnya sebagai pusat pemerintahan sejak zaman kerajaan. Sementara Kota Bima memiliki kekuatan dari aspek konektivitas dan dinamika kotanya sebagai pusat perdagangan kawasan timur pulau. Dompu, walau lebih kecil secara PAD, memiliki pertumbuhan pembangunan yang cukup progresif dalam dekade terakhir.

Dari sisi netralitas dan kesetaraan, muncul juga wacana untuk membentuk ibu kota baru yang bukan berasal dari salah satu pusat pemerintahan eksisting. Pilihan seperti kawasan baru atau pusat pemerintahan terencana (greenfield capital) juga layak dipertimbangkan demi mencegah dominasi politik dan ekonomi oleh satu wilayah tertentu.

Wacana pemekaran dan penentuan ibu kota provinsi adalah proses panjang yang harus didasarkan pada kajian objektif dan inklusif. Perlu keterlibatan para ahli perencana wilayah, tokoh masyarakat, serta pemerintah pusat untuk menimbang segala aspek secara adil dan rasional.

Apapun keputusannya kelak, diskursus ini patut dijaga dalam semangat persatuan, bukan perebutan. Harapannya, Provinsi Pulau Sumbawa kelak benar-benar menjadi milik bersama dan simbol kemajuan seluruh warganya.

Comments