Tapi di balik sensasi itu, mari kita mundur sejenak dan bertanya:
Apakah ini murni obrolan personal, atau bagian dari strategi besar untuk menenggelamkan isu yang jauh lebih penting?
Sebab yang terjadi nyaris terlalu rapi untuk disebut kebetulan: isu kehamilan ini meledak tepat ketika putusan sidang Tom Lembong—yang sarat kontroversi dan penuh dugaan penyalahgunaan wewenang—diumumkan ke publik.
Kasus Tom Lembong: Kritik Dibungkam, Hukum Dibelokkan
Tom Lembong adalah mantan pejabat, ekonom, dan pemikir independen yang belakangan dikenal karena sikap kritisnya terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Ia didakwa dan dihukum karena “menyebarkan berita bohong”—padahal yang ia sampaikan adalah pendapat pribadi, di negara yang katanya demokrasi.
Banyak pengamat hukum sepakat: kasus ini mencerminkan betapa pasal-pasal karet masih digunakan untuk membungkam kritik, bukan menegakkan keadilan. Namun, sayangnya, sebagian besar publik tidak terlalu peduli. Bukan karena mereka tidak ingin tahu. Tapi karena mereka sibuk mengomentari rahim orang lain.
DC bukan hanya podcaster. Ia adalah Staf Khusus Presiden. Seorang yang memiliki akses dalam, relasi kekuasaan, dan tentu, kemampuan framing publik. Ia telah berkali-kali menjadi corong narasi negara—terutama dalam isu-isu sensitif. Maka ketika DC memilih untuk menayangkan episode Erica Carlina di momen genting sidang Tom Lembong, kita patut curiga: apakah ini sekadar “konten viral”, atau narasi yang disengaja untuk menenggelamkan isu hukum yang substansial?
Lebih dari itu, seolah belum cukup, hari ini DC kembali memanaskan media sosial dengan mengklaim ada “korban” hamil lainnya. Luar biasa. Penggiringan wacana berjalan mulus.Tapi mari kita kritisi istilah “korban” itu. Mereka—baik Erica maupun "yang baru"—melakukan hubungan atas dasar suka sama suka. Tidak ada kekerasan, tidak ada unsur pidana. Jadi, mengapa disebut korban?
Dan lebih penting lagi: apa manfaat besarnya bagi bangsa ini untuk fokus pada drama kehamilan selebritas, ketimbang mengawal kasus yang menyangkut kemerdekaan berpendapat dan keadilan hukum?
Teori Agenda Setting: Begini Cara Negara Mengalihkan Fokus
Dalam teori komunikasi politik, ini disebut agenda setting: ketika negara atau elite penguasa sengaja “menaruh” isu tertentu di atas panggung media untuk mengaburkan isu utama yang merugikan mereka.
Isu Tom Lembong:
✅ Kompleks
✅ Serius
✅ Mengancam citra negara
Isu Erica Carlina:
✔️ Emosional
✔️ Personal
✔️ “Seksi” di mata netizen
Hasilnya? Netizen lebih peduli dengan siapa yang hamil, bukan siapa yang dikriminalisasi.
Pengalihan isu bukan lagi dilakukan dengan sensor atau pembungkaman terbuka. Di era digital ini, pengalihan dilakukan dengan banjir konten yang tidak relevan tapi memikat. Dan siapa pelakunya? Kadang bukan aparat, tapi influencer negara itu sendiri. Kita sedang dihipnotis untuk:
✅Lupa bahwa hukum sedang ditekuk
✅Diam ketika kebebasan berpendapat dibungkam
✅Sibuk menonton sandiwara yang tidak penting bagi masa depan kita
Pertanyaan yang Salah Bikin Kita Tersesat. Hari ini, publik ramai bertanya:
“Siapa lagi yang hamil?”
Padahal pertanyaan yang seharusnya diajukan adalah:
“Siapa yang sedang dibungkam, dan kenapa negara takut dengan suara warga negaranya sendiri?”
---
Selama kita masih sibuk mengomentari drama personal, selama itu pula kita akan lupa bahwa demokrasi kita sedang dicicil mati—bukan dengan senjata, tapi dengan konten viral yang tepat di waktu yang salah.
Tak bikin kita jadi smart people lagi.
ReplyDelete