Ketika sang pendosa memandang ahli ibadah dengan kasih sayang, bisa jadi ia pernah jatuh begitu dalam, lalu tahu rasanya butuh ampunan. Ia paham bagaimana beratnya menata diri, bagaimana rapuhnya iman. Maka ia tak berani menghakimi, justru mendoakan dengan lembut. Ada kerendahan hati di situ.
Sedangkan yang katanya ahli ibadah yang memandang pendosa dengan kebencian, bisa jadi ibadahnya telah membuatnya merasa lebih tinggi. Ia lupa bahwa yang membedakan manusia di sisi Tuhan bukanlah banyaknya amal, tapi ketulusan dan keikhlasan hati. Ketika ibadah melahirkan rasa sombong dan merendahkan sesama — maka di situlah letak dosa yang lebih halus, tapi jauh lebih berbahaya. berusaha bersih.
Keduanya manusia.
Bisa jadi...
Yang satu sedang belajar bangkit, yang satu sedang belajar bertahan.
Yang satu menunduk karena malu pada dosa, yang satu menunduk karena takut kehilangan arah. Bisa jadi..
Tak ada yang benar-benar suci dalam perjuangan menjadi baik. Kita semua masih belajar mencintai tanpa merasa lebih benar, dan memaafkan tanpa harus menghakimi.
Jadi, siapa pendosa yang sesungguhnya?
Mungkin bukan dia yang salah langkah, tapi dia yang lupa bahwa setiap orang sedang mencari jalannya pulang dengan caranya sendiri.
Mari sadari bahwa di mata Tuhan, mungkin yang disebut pendosa hanyalah manusia yang sedang berusaha dan berproses.
Comments
Post a Comment